Thursday, October 04, 2018

"Peran Ayah dan Ibu Bagi Anak" #Review Fitrah Seksualitas Hari Ke-15

Masih banyak anggapan bahwa pendidikan anak itu tugas ibu, sementara ayah tidak diperlukan. Bahkan dunia psikologi pun mengabaikan pentingnya peran ayah. Hanya sedikit psikolog yang menghubungkan pengasuhan anak dengan ayah. Baru pada dekade 80-an,  penelitian tentang peran ayah mulai semakin banyak.
Kini, semakin banyak ditemukan pentingnya peran ayah. Salah satu figur sentral dunia psikologi, Sigmund Freud, mengungkapkan:
 Saya tidak bisa memikirkan kebutuhan masa kecil yang lebih kuat dari kebutuhan akan perlindungan ayah.
Bagi anak perempuan, seorang ibu adalah pengayom bagi anak-anaknya, terutama anak perempuan yang biasanya paling sering mengalami kegalauan. Sang ibu menjadi peneman anak-anaknya, yang memberikannya support tak terbatas bagi anak-anaknya. Disamping ibu, ada seorang sosok yang juga penting, yaitu sosok ayah. Walaupun jasanya tidak sebesar Ibu yang telah merasakan sakit saat melahirkan, tetapi ayah juga memiliki peran sangat besar. Ayah memiliki sifat yang sangat cuek dan pekerja keras. Sifat cuek seorang ayah bukan karena tidak peduli dengan anaknya, namun ia hanya ingin anak nya memiliki kepribadian yang tangguh sama seperti dia.
Ayah adalah sosok yang sangat sabar dalam menemani bermain dengan anak-anaknya, terutama untuk anak perempuannya. Ayah adalah sosok yang paling berarti untuk seorang anak perempuan, dimana hanya ayah lah yang paling mengerti apa ingin nya. Sosok seorang Ayah yang paling sering memberikan petualangan-petualangan baru dan menyenangkan untuk anak perempuannya. Bahkan, Ayah tidak pernah mengeluh karena kelelahan menjadi tulang punggung keluarga.
Ayah merupakan sosok lelaki pertama yang mucul di hadapan anak perempuannya. Dia lelaki pertama dan terdekat yang berada disisinya. Demikian juga hal ini terus berlanjut hingga anak perempuan menjadi seorang wanita dewasa, yang tetap menjadikan ayahnya sebagai cinta pertamanya. Hal yang luar biasa, bahwa tidak jarang sosok seorang ayah dijadikan sebagai patokan dan panutan buat kaum wanita dalam mendapatkan pasangan seumur hidupnya. Cinta sang ayah pada anak perempuannya, lebih besar daripada lelaki manapun.
Begitupula bagi seorang anak laki-laki, pada anak laki-laki, kebutuhan ini lebih besar lagi. Anak laki-laki membutuhkan ayah untuk memunculkan kemaskulinan dalam dirinya. Robert Stoller mengungkapkan, “Maskulinitas pada lelaki itu bukanlah hal yang alami terjadi, namun maskulinitas itu perlu dilatih.”
Ayahlah yang mengajarkan anak-anak untuk menjadi seorang lelaki sejati, yang mampu berkata tegas, yang memiliki ego, yang berkeinginan kuat untuk melindungi orang di sekitarnya, dan berbagai sifat maskulin lainnya.
Anak yang tidak memiliki sosok ayah pada saat masih kecil akan merasa rindu akan sosok maskulin pada saat ia dewasa. Jika dalam masa pertumbuhannya terkena  masalah, anak tanpa sosok ayah ini rentan terombang-ambing dunia sekitarnya, tidak punya pendirian.
Sang anak laki-laki harus menghadapi tantangan dari ayahnya ini. Daya tarik yang ayah tawarkan adalah imbalan dari sang ayah berupa pengasuhan, rasa hormat, bahkan sampai kepemilikan materi. Semua  imbalan ini ayah berikan sesuai respon dari anak laki-lakinya.
Ayah perlu menjadi sosok orang tua yang cukup kuat dan cukup menarik untuk membuat anak laki-laki”meninggalkan” hubungan yang nyaman dan identifikasi dengan ibunya.
Sementara itu sang ayah merupakan jembatan yang mengantarkan sang anak menuju kehidupan nyata. Oleh karena itu, secara alamiah sang ayah memberikan pengasuhan yang bersyarat. Itulah sebabnya ayah yang ikut membesarkan anak laki-laki akan membuat sang anak lebih siap menghadapi kehidupan di luar rumah, misalnya lebih supel dalam bergaul.
Sementara itu pengasuhan adalah kehangatan, penerimaan, kehadiran, kepedulian, dan rasa sayang secara fisik pada anak laki-laki didapat dari seorang Ibu.
2 tugas besar pada masa perkembangan yang sama:
Pembentukan identitas yang mandiri (termasuk perkembangan pendirian bahwa dirinya mampu)
Identifikasi gender (mengenali sosok maskulin pada anak laki-laki dan feminin pada anak perempuan)
Bagi anak laki-laki, kedua tugas ini sangat saling bergantung. Pada anak laki-laki, perasaan bahwa dirinya mampu mendorong perasaan kemaskulinan. Begitu pula kemaskulinan mendorong adanya  perasaan bahwa dirinya mampu.
Sebagian ayah menggunakan pengasuhan anaknya sebagai satu cara untuk memenuhi kebutuhan narsistis sang ayah. Ayah yang masih memiliki kebutuhan untuk narsis saat mengasuh anak akan mencintai anaknya dengan cara yang sangat mengekang dan berfokus pada sang ayah, bukan anak.
Pengasuhan ini tidak akan mencukupi jika sang ayah gagal mendorong kemandirian yang maskulin pada diri anak laki-laki. Saat cinta sang ayah digunakan untuk mengekang pertumbuhan maskulin sang anak, hasilnya adalah terhambatnya percaya diri dan perkembangan gender anak.
Kemandirian yang maskulin dapat dihalangi oleh 2 hal: perlindungan yang berlebihan dan dominasi yang berlebihan. Psikolog Friedberd (1975) mengamati bahwa: “Anak-anak yang menjadi homoseksual adalah anak-anak yang berada dalam 2 kondisi: terlalu dimanja atau dibesarkan dalam tekanan sehingga ia merasa sangat inferior.”
Banyak  penelitian menunjukkan bahwa ketidakhadiran ayah pada anak laki-laki menghasilkan sosok pria yang: terlalu bergantung pada orang lain, kurang ketegasan, dan identitas maskulin yang lemah.
Dalam penelitian terhadap 80 anak-anak pelaut Norwegia yang sangat jarang berada di rumah menunjukkan: anak laki-laki menjadi sangat kekanak-kanakan, sulit bergaul dengan teman sebaya, dan menjadi sangat haus akan sosok ayah.
Ketidakhadiran sosok ayah terkadang dihubungkan dengan rentan menjadi homoseksual, padahal tidak seperti itu. Yang anak butuhkan adalah penerimaan dari seseorang yang maskulin.
Ada bukti yang jelas bahwa anak laki-laki tanpa ayah mampu menyukai lawan jenisnya jika ia tidak mengalami penolakan emosional dari sosok lelaki di dekatnya. Anak tanpa ayah cenderung tidak bisa melindungi dirinya dari penolakan. Oleh karena itu, anak tanpa ayah memerlukan sosok maskulin pengganti yang bisa dipercaya dan mau memahami kondisi sang anak.
Penyebab utama homosekusual bukanlah ketidakhadiran sang ayah. Penyebab utamanya adalah sikap defensif anak lelaki terhadap penolakan laki-laki di sekitarnya. Selama sang laki-laki tetap terbuka terhadap pengaruh maskulin, anak ini akan tetap menemukan sosok ayah yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Setiap laki-laki membutuhkan kebutuhan yang sehat akan keintiman dengan laki-laki lainnya. Keinginan ini muncul di awal masa kecil dan dipenuhi pertama kalinya oleh ayahnya. Setelah ayah, anak laki-laki membutuhkan teman laki-laki. Moberly (1983) menyebutkan bahwa saat keinginan ini dihambat, ketertarikan homoseksual timbul sebagai usaha dalam diri sang anak untuk memperbaiki kekurangan yang ada di hidupnya.
Dalam keluarga, para ayah perlu menghindari keempat hal ini. Sebagai kepala keluarga, ayah perlu mendidik anak laki-lakinya agar tumbuh menjadi lelaki sejati. Jadilah ayah yang maskulin, yang berperan banyak dalam keluarga sekaligus aktif dalam pengasuhan anak laki-lakinya.
Pada kenyataannya anak laki-laki ratarata lebih dekat dengan Ibunya. Anak laki-laki yang lebih dekat dengan ibu memang sering dicap sebagai “anak mama” yang penuh dengan stigma manja. Namun, mereka justru memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik. Dilansir dari Huffington Post, anak-anak yang memiliki ikatan yang kuat dengan ibunya cenderung tidak terlibat dalam geng di sekolah, penyalahgunaan narkoba, atau melakukan seks bebas di bawah umur. Jika terlibat dengan masalah dengan temannya, mereka tidak akan memilih berkelahi dengan kekerasan, tapi  memilih untuk berkomunikasi secara baik-baik.
Itulah sebabnya anak yang memiliki ikatan yang kuat dengan ibunya cenderung memiliki banyak teman di sekolah dan terhindar dari risiko depresi dan kecemasan. Pasalnya, mereka terlatih lebih mampu memahami perasaan orang lain, mudah untuk menjaga diri sendiri, dan lebih mudah mengendalikan emosinya. Hingga ia dewasa nanti, anak laki-laki akan terbiasa untuk menghormati wanita karena hubungannya yang erat dengan ibunya.
Sedangkan bagi anak perempuan sosok Ibu, bukan berarti tidak bisa melindungi, akan tetapi anak perempuan merasa lebih aman dan nyaman dalam pelukan ayah. Ini sebabnya anak perempuan akan belajar soal ketangguhan dan ketegasan dari sosok ayah ketimbang ibu.
Hal ini juga dapat terjadi ketika ibu terlalu memusatkan perhatian pada adik laki-lakinya, terlebih jika adiknya baru lahir. Anak perempuan juga bisa merasa cemburu saat perhatian orangtuanya lebih tertuju pada saudara kandungnya. Karena itulah, anak perempuan akan mencari sosok ayah yang lebih tersedia untuknya.
Menurut Jennifer Mascaro, seorang peneliti dari Emory University, sosok ayah cenderung lebih merespon anak perempuan ketimbang anak laki-lakinya. Hal ini dibuktikan melalui sebuah penelitian yang dilakukan pada 52 ayah dari 30 anak perempuan dan 22 anak laki-laki di Atlanta, Amerika Serikat.
Penelitian ini menggunakan alat perekam perilaku berupa Electronically Activated Recorder (EAR) untuk melihat bagaimana respon otak ayah terhadap foto anak-anak mereka dengan ekspresi bahagia, sedih, atau netral.
Tak disangka, respon otak ayah terhadap anak perempuan menunjukkan hasil signifikan saat melihat wajah bahagia putrinya dibanding anak laki-lakinya. Bahkan ketika kedua anak menangis pun, otak ayah lebih cepat merespon anak perempuannya ketimbang anak laki-laki.
Itulah sebabnya anak perempuan akan langsung berlari pada ayahnya saat memiliki keinginan tertentu. Contohnya saat anak perempuan minta dibelikan mainan. Ibu biasanya akan tegas menolak bila anak perempuannya merengek. Sedangkan ayah biasanya akan langsung menyetujui setiap keinginan anak perempuannya. Maka tidak heran bila anak perempuan lebih bergantung pada ayahnya ketimbang ibunya.
Meskipun anak laki-laki memang cenderung dekat dengan ibu dan anak perempuan ke ayah, ini bukan berarti orangtua hanya terfokus pada satu anak saja yang lebih dekat dengan mereka. Pasalnya, pola asuh orangtua yang buruk dapat menimbulkan masalah pada anak, khususnya pada anak laki-laki.
Jika anak laki-laki kurang mendapatkan perhatian dari orangtua, maka hal ini akan memengaruhi perubahan perilaku anak. Anak akan berkembang menjadi sosok yang agresif dan cenderung memberontak. Karena itulah, baik anak laki-laki maupun perempuan tetap membutuhkan kasih sayang dari kedua orangtuanya. 
Perlu dicatat, setiap anak itu berbeda-beda sehingga pendekatan orangtua pun harus selalu menyesuaikan kebutuhan anak. Kakak dan adik kandung sekalipun bisa saja memiliki sifat dan watak yang berbeda. Jadi orangtua harus peka melihat seperti apa pola asuh yang terbaik bagi masing-masing anak.

Referensi:
1. http://appeonline.com/pentingnya-sosok-seorang-ayah-bagi-anak-perempuan/
2. https://satujam.com/rindu-ayah/
3. https://hellosehat.com/parenting/tips-parenting/anak-laki-laki-dekat-dengan-ibu/

#HariKe-15
#GameLevel11
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#BundaSayang
#IbuProfesional
#FitrahSeksualitas

0 comments:

Post a Comment