Monday, October 01, 2018

"Fitrah Seksual dan Gender dalam Pendidikan Anak" #Review Presentasi Hari Ke-12

Sudah sampai di hari ke-12. Dan siang ini disaat hati sedang galau bawa anak lanang ke dokter karena alergi yang ga sembuh-sembuh sampai demam on of - on off  hampir 3 minggu ini, kelompok 8 Mba Icha (Singapore) dan Mba Khalida (KSA) kembali hadir dalam presentasi kelompok yang mengambil tema "Fitrah Seksual dan Gender dalam Pendidikan Anak".
Alasan mereka berdua memilih tema ini sebetulnya lebih karena pressure pribadi buat mencari cara bagaimana membangkitkan fitrah seksualitas anak-anak mereka. Di samping juga ada perasaan 'parno' kalau-kalau salah langkah. Mengingat peran para ayah yang sedikit sibuk.
Sedangkan Mba Khalida sendiri mengungkapkan pemilihan materi ini karena menangkap adanya kesan kalau saat ini, banyak kalangan yang ingin adanya kesetaraan gender dalam arti kesetaraan yang sama persis antara laki-laki dan perempuan. Padahal dari sisi biologis saja perempuan dan laki-laki jelas berbeda.
Kadang masih banyak yang salah kaprah tentang kesetaraan gender ini, kesetaraan gender malah bisa berakibat kepada arah yang keliru, malah akhirnya menjadi transgender (mereka mengganti jenis kelamin-nya). Dan kasus yang paling ekstrem nya terjadilah kebebasan dalam memilih 'hak' kelamin.
Mirisnya tayangan-tayangan sinetron, film atau talkshow di Indonesia malah membiarkan peran bencong hadir sebagai pelengkap sebuah acara yang mana itu jelas sekali sebuah tontonan negatif yang bisa saja di contoh oleh sebagian anak-anak. Dianggap lucu namun tidak berfikir dampak negatifnya. Yang awalnya hanya peran, kemudian sengaja di bencong-bencongin, akhirnya malah sampe jadi bencong beneran. Astaghfirullah
Jadi perjuangan kesetaraan gender itu sebetulnya dalam Islam sangat tidak diperkenankan, yang awalnya karena ingin adanya kesetaraan gender, kemudian laki-laki dan perempuan akhirnya anggap wajar untuk bertukar peran, sampai bertukar jenis kelamin. Sungguh ini adalah perbuatan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ada sebuah contoh kasus Beaty, seorang laki-laki transgender yang sebelumnya adalah perempuan, lalu setelah mengganti kelamin Beaty ini tetap bisa hamil, yang kemudian di angkat sebagai bentuk keberhasilan perjuangan gender. Padahal pada dasarnya Beaty ini ya memang perempuan. Ya jelas memang bisa hamil donk.. Hal seperti ini di anggap sebuah keberhasilan. Keberhasilan macam apa. Luar biasa sekali ya. Ada cerita lain lagi, seorang anak selama 15 tahun merasa dirinya terperangkap dalam tubuh laki-laki. Lahir sebagai laki-laki lengkap dengan alat kelamin laki-laki, namun sepanjang usia merasa dirinya seorang perempuan. Dan selama 15 tahun orang tuanya memperlakukan dia sebagai perempuan, walaupun tanpa vagina dan payudara. Dengan alasan anak nya lebih nyaman menjadi perempuan, dan hampir mau bunuh diri karena tidak nyaman menjadi anak laki laki. Akhirnya orang tuanya krna takut anak nya bunuh diri lalu membiarkan anak nya untuk menjadi apa yg dia inginkan. Ini jelas salah. Ini sebuah contoh nyata kegagalan dari pembangkitan fitrah seksualitas. Dalam hal ini jelas anak tidak sepenuhnya salah, berkali-kali dijelaskan bahwa sejak di kandungan pun pendidikan tentang fitrah seksualitas ini sudah ada. Orang tua lah yang harus bertugas membentuk dan membangkitkan fitrah tersebut sesuai dengan gendernya, memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Kegagalan ini karena berasal dari faktor internal dan eksternal di dalam keluarga itu sendiri.
Anak-anak yang tercerabut fitrah seksualitasnya bisa mengalami berbagai gangguan kejiwaan hingga penyimpangan seksualitas. Jika kemarin-kemarin ada bahasan mengenai pedhofilia yang sembunyi-sembunyi ketika melancarkan aksinya, ini semakin menyeramkan lagi, LGBT ini sudah terang-terangan menunjuk-kan bahwa mereka layak disetarakan posisinya dengan yang lain. Apalagi sejak pernikahan sesama jenis di legalkan di Amerika Serikat di tahun 2015 lalu, itu seperti membunyikan gong secara bersamaan diseluruh dunia tentang kesetraan para LGBT dimata hukum. Mereka beramai-ramai menyambutnya dengan gembira. Meskipun memang pada kenyataan nya beberapa negara-negara di Amerika Utara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan juga Eropa sudah melegalkan hal tersebut jauh sebelum itu. Mereka menganggap Pernikahan adalah hak konstitusional bagi pasangan sesama jenis. Kami yang tinggal di negara non muslim ini, yang meskipun Singapura belum melegalkan para LGBT ini, tapi mereka juga sudah bebas berkeliaran dan menampak-kan diri dimana-mana tanpa ada rasa malu dan risih.
Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah semakin luasnya dampak dari isu ini? Tentunya sebagai orang tua kita harus memastikan bahwa anak-anak kita memahami fitrah seksualitasnya. Ketika seseorang memahami maka sepenuhnya dia akan berfikir dan bertindak selayaknya gender yang dimilikinya sejak lahir.
Kembali lagi kepada kita yang sudah menjadi orang tua bagi putra-putri kita. Peran keluarga menjadi poin sentral bagi perkembangan dan pembangkit fitrah seksualitas bagi anak-anak kita. Ayah dan Ibu mempunyai perannya masing-masing dalam fitrah seksualitas ini. Jika anak-anak kehilangan figur ayah atau ibu, kita bisa gantikan dengan paman atau bibi, nenek atau kakeknya, agar mereka tetap mendapatkan figur pengganti dari keduanya.
Nilai-nilai Agama, kesamaan pengertian antara anak dan orang tua, peran orang tua dalam memahami pendidikan seksualitas, peran orang tua dalam membersemai anak-anak, memberikan kasih sayang yang utuh kepada semua anak-anak tanpa membedakan usia dan gendernya, melakukan komunikasi yang baik diantara keduanya, serta membentuk ketahanan keluarga dalam memegang teguh nilai-nilai moral dan agama adalah sebagian dari tugas berat kita para orang tua. Kita lah pemegang kunci dari segala kunci kebaikan dan kebajikan bagi putra-putri kita. Kita lah role model terbaik bagi mereka. Semoga kita dapat mencontohkan segala perilaku baik kepada mereka. Mampu mendidik mereka sesuai dengan fitrahnya. In shaa Allah

#HariKe-12
#GameLevel11
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#BundaSayang
#IbuProfesional
#FitrahSeksualitas

0 comments:

Post a Comment