Membaca materi ke-7 kuliah bunsay kali ini mengingatkan saya akan masa kecil saya hingga lulus SMU. Saya anak kedua dari 2 bersaudara. Mempunyai satu orang kakak laki-laki yang sifatnya bertolak belakang dengan saya. Kakak yang saya panggil Abang (panggilan untuk anak laki-laki di Sumatra) berbeda usia hanya 11 bulan dengan saya. Waktu kecil Abang anak yang pendiam, penurut dengan orang tua, rajin beribadah, tidak suka main, nilai-nilai disekolahnya pun baik. Kebalikan dengan saya, anak yang ramai, cerewet, senang berargumentasi, tidak mudah menerima larangan, karena saya tipe anak yang akan bertanya balik, kenapa ga boleh, kenapa harus begitu, kenapa ga bisa begini dan begitu. Nilai matematika saya dulu ga sebagus abang saya, namun saya kuat di pelajaran sosial. Sejak SD saya sudah mulai mengikuti banyak kegiatan di sekolah, sementara Abang anak rumahan. Abang selalu bisa mendapat nilai baik disekolah, sementara saya sejak SMP sudah ga dapet rangking hanya masuk 10 besar saja. Sejak saat itu Bapak dan Ibu mulai sering membanding-bandingkan saya dengan Abang. Kalau nilai jelek, pasti keluar kalimat "lihat Abangmu.. nilainya tetep bagus, kalau saya memberikan argumen "lihat Abangmu, tidak pernah melawan orang tua, kalau saya sering keluar rumah karena kegiatan luar sekolah keluar kalimat "lihat Abangmu, ga pernah sibuk diluar.. Pada saat itu sejujurnya saya sangat tidak suka dibanding-bandingkan. Karena rasanya ga nyaman. Giliran saya mendapatkan prestasi diluar sekolah, saya ga pernah dipuji. Dan saya merasakan sekali, bahwa dibanding-bandingkan itu ga enak. Mungkin dulu niat orang tua ingin memotivasi agar saya bisa sepintar Abang saya, sebaik abang saya, sepenurut Abang saya. Cuma cara mereka menyampaikannya tidak dengan kata-kata yang menurut saya "enak didengar"
Namun, in shaa Allah saya tidak dendam kepada orang tua, saya besar, saya berhasil, saya mandiri sampai saat ini berkat orang tua yang selalu berharap saya disiplin dan menjadi anak baik.
Dari kisah ini saya jadikan pegangan bagi saya sendiri dalam memperlakukan anak saya Agatha, bahwa membanding-bandingkan anak kita dengan saudaranya ajah ga enak, apalagi dibanding-bandingkan dengan anak orang lain. Semoga saya bisa lebih bijak dari orang tua saya dulu dalam mendidik dan menjaga perasaan anak. Semoga saya dapat memilih kata-kata yang tidak menyakiti perasaan si anak, atau membuat si anak tidak percaya diri. Sudah sepatutnya kita sebagai orang tua menumbuhkan rasa nyaman dan menjadi tempat mengadu dan bercerita terbaik yang mereka pilih dalam kondisi apapun. Semua anak istimewa karena semua Anak adalah Bintang"
Anak-anak terlahir hebat, kitalah yang harus selalu memantaskan diri agar selalu layak di mata Allah, memegang amanah anak-anak yang luar biasa. In shaa Allah
Namun, in shaa Allah saya tidak dendam kepada orang tua, saya besar, saya berhasil, saya mandiri sampai saat ini berkat orang tua yang selalu berharap saya disiplin dan menjadi anak baik.
Dari kisah ini saya jadikan pegangan bagi saya sendiri dalam memperlakukan anak saya Agatha, bahwa membanding-bandingkan anak kita dengan saudaranya ajah ga enak, apalagi dibanding-bandingkan dengan anak orang lain. Semoga saya bisa lebih bijak dari orang tua saya dulu dalam mendidik dan menjaga perasaan anak. Semoga saya dapat memilih kata-kata yang tidak menyakiti perasaan si anak, atau membuat si anak tidak percaya diri. Sudah sepatutnya kita sebagai orang tua menumbuhkan rasa nyaman dan menjadi tempat mengadu dan bercerita terbaik yang mereka pilih dalam kondisi apapun. Semua anak istimewa karena semua Anak adalah Bintang"
Anak-anak terlahir hebat, kitalah yang harus selalu memantaskan diri agar selalu layak di mata Allah, memegang amanah anak-anak yang luar biasa. In shaa Allah
#HariKe-1
#GameLevel7
#GameLevel7
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#BundaSayang
#IbuProfesional
#BintangKeluarga
#BintangKeluarga
#SemuaAnakAdalahBintang
0 comments:
Post a Comment