Materi yang disampaikan oleh Mba Anindita Tantri (Swiss) dan Mba Dessy Listya (Korea Selatan) di kelompok 6 ini membuat saya mengucapkan lagi-lagi "Alhamdulillah". Dapat ilmu baru lagi malam ini. Apa yang mereka sampaikan malam ini juga saya alami, dan tentunya karena kurangnya ilmu dan pemahaman tentang hal ini membuat saya syok, takut dan ngeri. Lalu mulai berpikiran yang tidak-tidak.."duh kenapa ya? duh jangan-jangan" eh ini normal ga sih? gimana ya ngejelasinnya?" serta berbagai macam pikiran yang berkecamuk di dalam hati saya.
Saya suka sekali pemaparan yang mereka sampaikan melalui slide video yang akan saya copas kesini. Menurut saya cara-cara menyampaikannya sangat bagus dan runut, mudah sekali di ATM kan. Materi malam hari ini lebih menekankan kepada konsep diri terkait fitrah seksualitas anak. Karena konsep diri itu sendiri sebenernya sangat luas.
Selain memahami ilmu-ilmu dalam pendidikan seksual pada anak, orang tua juga dituntut harus memahami konsep diri anak, khususnya konsep diri anak terkait dengan fitrah seksualitas.
Pada materi yang di kemas ini ternyata fase seksual anak itu bertahap. Fase ini menajdi basic sebelum orang tua memulai pendidikan seksual pada anak.
Fase oral (0-1 thn)
Fase anal (1-3 thn)
Fase phalic (3-6 thn)
Fase latency (7-10 thn)
Fase genital (10-15 thn)
Dari karakter setiap fase itu ternyata pendekatannya berbeda-beda.
Fase oral itu kebutuhan anak berpusat di mulut. Yaitu kebutuhan makan dan emosi atau kasih sayang
Fase kedua yaitu fase anal, perasaan dan kebutuhannya berpusat di daerah anal. Ini merupakan saat yang tepat anak belajar potty training.
Fase berikutnya yaitu fase phalic anak mulai suka memainkan alat kelamin. Anak perlu tahu dengan jelas perbedaan laki-laki dan perempuan. Bagaimana mereka bersikap berpakaian dan berpeeran.
Fase selanjutnya adalah fase latency yaitu kebutuhan seksual anak tidak terlihat lagi. Mereka fokus pada kebutuhan fisijk dan intelektual yang disalurkan lewat olahraga dan sekolah.
Dan yang terakhir fase genital, anak sudah menyukai lawan jenis. Ada kebutuhan untuk mengasihi dan mencintai lawan jenis.
Dengan mengetahui tahapan ini diharapkan orang tua juga bisa proposional dalam mengedukasi anaknya. Dan bersikap tidak berlebihan seperti panik dan marah saat melihat anak laki-lakinya sedang memainkan (maaf) alat kelaminnya.
Sedangkan konsep diri itu sendiri adalah image diri bagaimana anak melihat dirinya dan bagaimana dirinya ingin dilihat orang lain. Konsep diri anak yang dibentuk sejak dini juga menguatkan konsep dirinya dikemudian hari.
Dengan memahami konsep diri anak terkait fitrah seksualitasnya, maka orang tua dapat bersikap dan memberikan stimulasi yang tepat pada anak. Dalam Islam juga ternyata konsep diri ini sangat berkaitan erat dengan fitrah seksualitas yang sudah seharusnya di ajarkan sejak di dalam kandungan.
Konsep diri anak terkait dengan fitrah seksualitas dalam Islam ini pun dapat mulai kita ajarkan dan terapkan seperti:
1. Memberikan nama yang baik sesuai dengan gendernya.
2. Mengajarkan toilet training pada anak.
3. Mengkhitan dan mengajarkan thaharah, menjaga kebersihan alat kelaminnya.
4. Menanamkan rasa malu pada anak.
5. Melarang anak laki-laki menyerupai anak perempuan.
6. Pengajaran pendidikan sex lewat sholat.
7. Memisahkan tempat tidur anak dan melarang anak tidur tengkurap.
8. Mengenalkan waktu berkunjung ke kamar orang tua (meminta izin dalam 3 waktu)
9. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan
10. Meminta anak perempuan untuk berhijab saat mereka baligh.
Saya juga pernah melihat Agatha di usia 5 tahun (maaf) memainkan alat kelaminnya, yang pada saat itu karena keterbatasan ilmu, saya tegur karena saya juga risih melihatnya. Bahkan sebelum dia tertidur atau ketika bangun tidur dia memegang alat kelaminnya. Alhamdulillah materi malam ini cukup menenangkan perasaan saya, bahwa ternyata Agatha berada pada Fase Phalic (usia 3-6 tahun). Anak-anak belum mempunyai fantasi seperti orang dewasa. Tapi ini adalah cara mereka untuk mengidentifikasi jenis kelamin-nya Termasuk dengan cara memegangnya. Ternyata cara mengatasinnya serta memberi pemahamannya tidak dengan dilarang keras, tapi di arahkan lalu di alihkan dengan kegiatan seru seperti bermain bersama, membaca buku atau olah raga. Sebagai orang tua kita juga bisa ajak ngobrol si anak sekalian menjelaskan sedikit, itu apa dan fungsinya untuk apa. Meskipun mungkin anak belum memahami, tapi jangan bosan untuk mengulangi, orang tua harus lebih sabar dalam menjelaskan kepada anak-anak. Buku juga bisa menjadi media yang bagus untuk dapat menjelaskan dengan lebih baik lagi apa itu alat kelamin serta fungsi-fungsi dari alat kelamin itu sendiri. Karena bila kita mampu menjelaskan kepada anak dengan lebih jelas maka anak akan semakin tidak menjadi bias untuk mampu mengidentifikasi dirinya. Interaksi yang berulang-ulang juga dengan anak secara sadar dan tidak sadar sangat bagus untuk mentransfer value yang kita harapkan juga sebagai pembentukan karakter si anak.
Dari obrolan ini dapat kita ketahui ternyata pendidikan seks itu memang harus dimulai dari dini bahkan dari dalam kandungan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bisa kita mulai dengan memberi nama sesuai gender-nya, memakaikan baju sesuai jenis kelaminnya. Dengan begitu semakin jelas bagi anak dalam mengidentifikasi dirinya sendiri. Di dalam Islam pun ternyata juga sudah sempurna dalam memberikan solusi untuk mengetahui edukasi seks sejak dini ini.
Harapan dari apa yang disampaikan pada presentasi malam ini adalah agar kita bisa lebih tepat menstimulus anak khususnya fitrah seksualitas sesuai tahap tumbuh kembangnya 😍. Waspada tentu saja penting tapi jangan sampai menghilangkan nikmatnya berinteraksi, membersamai dan bermain bersama anak-anak kita. Dan sekali lagi, jangan lupa juga sebelum kita mengedukasi anak-anak tentang seks, kita harus paham dulu konsep diri anak, menanamkan konsep diri yg baik sejak dini bisa membuat anak lebih percaya diri dan menghargai dirinya sendiri termasuk takdirnya menjadi laki-laki atau perempuan. Terimakasih untuk presentasinya Mba Anin dan Mba Dessy 😊😊
#HariKe-8
Saya suka sekali pemaparan yang mereka sampaikan melalui slide video yang akan saya copas kesini. Menurut saya cara-cara menyampaikannya sangat bagus dan runut, mudah sekali di ATM kan. Materi malam hari ini lebih menekankan kepada konsep diri terkait fitrah seksualitas anak. Karena konsep diri itu sendiri sebenernya sangat luas.
Selain memahami ilmu-ilmu dalam pendidikan seksual pada anak, orang tua juga dituntut harus memahami konsep diri anak, khususnya konsep diri anak terkait dengan fitrah seksualitas.
Pada materi yang di kemas ini ternyata fase seksual anak itu bertahap. Fase ini menajdi basic sebelum orang tua memulai pendidikan seksual pada anak.
Fase oral (0-1 thn)
Fase anal (1-3 thn)
Fase phalic (3-6 thn)
Fase latency (7-10 thn)
Fase genital (10-15 thn)
Dari karakter setiap fase itu ternyata pendekatannya berbeda-beda.
Fase oral itu kebutuhan anak berpusat di mulut. Yaitu kebutuhan makan dan emosi atau kasih sayang
Fase kedua yaitu fase anal, perasaan dan kebutuhannya berpusat di daerah anal. Ini merupakan saat yang tepat anak belajar potty training.
Fase berikutnya yaitu fase phalic anak mulai suka memainkan alat kelamin. Anak perlu tahu dengan jelas perbedaan laki-laki dan perempuan. Bagaimana mereka bersikap berpakaian dan berpeeran.
Fase selanjutnya adalah fase latency yaitu kebutuhan seksual anak tidak terlihat lagi. Mereka fokus pada kebutuhan fisijk dan intelektual yang disalurkan lewat olahraga dan sekolah.
Dan yang terakhir fase genital, anak sudah menyukai lawan jenis. Ada kebutuhan untuk mengasihi dan mencintai lawan jenis.
Dengan mengetahui tahapan ini diharapkan orang tua juga bisa proposional dalam mengedukasi anaknya. Dan bersikap tidak berlebihan seperti panik dan marah saat melihat anak laki-lakinya sedang memainkan (maaf) alat kelaminnya.
Sedangkan konsep diri itu sendiri adalah image diri bagaimana anak melihat dirinya dan bagaimana dirinya ingin dilihat orang lain. Konsep diri anak yang dibentuk sejak dini juga menguatkan konsep dirinya dikemudian hari.
Dengan memahami konsep diri anak terkait fitrah seksualitasnya, maka orang tua dapat bersikap dan memberikan stimulasi yang tepat pada anak. Dalam Islam juga ternyata konsep diri ini sangat berkaitan erat dengan fitrah seksualitas yang sudah seharusnya di ajarkan sejak di dalam kandungan.
Konsep diri anak terkait dengan fitrah seksualitas dalam Islam ini pun dapat mulai kita ajarkan dan terapkan seperti:
1. Memberikan nama yang baik sesuai dengan gendernya.
2. Mengajarkan toilet training pada anak.
3. Mengkhitan dan mengajarkan thaharah, menjaga kebersihan alat kelaminnya.
4. Menanamkan rasa malu pada anak.
5. Melarang anak laki-laki menyerupai anak perempuan.
6. Pengajaran pendidikan sex lewat sholat.
7. Memisahkan tempat tidur anak dan melarang anak tidur tengkurap.
8. Mengenalkan waktu berkunjung ke kamar orang tua (meminta izin dalam 3 waktu)
9. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan
10. Meminta anak perempuan untuk berhijab saat mereka baligh.
Saya juga pernah melihat Agatha di usia 5 tahun (maaf) memainkan alat kelaminnya, yang pada saat itu karena keterbatasan ilmu, saya tegur karena saya juga risih melihatnya. Bahkan sebelum dia tertidur atau ketika bangun tidur dia memegang alat kelaminnya. Alhamdulillah materi malam ini cukup menenangkan perasaan saya, bahwa ternyata Agatha berada pada Fase Phalic (usia 3-6 tahun). Anak-anak belum mempunyai fantasi seperti orang dewasa. Tapi ini adalah cara mereka untuk mengidentifikasi jenis kelamin-nya Termasuk dengan cara memegangnya. Ternyata cara mengatasinnya serta memberi pemahamannya tidak dengan dilarang keras, tapi di arahkan lalu di alihkan dengan kegiatan seru seperti bermain bersama, membaca buku atau olah raga. Sebagai orang tua kita juga bisa ajak ngobrol si anak sekalian menjelaskan sedikit, itu apa dan fungsinya untuk apa. Meskipun mungkin anak belum memahami, tapi jangan bosan untuk mengulangi, orang tua harus lebih sabar dalam menjelaskan kepada anak-anak. Buku juga bisa menjadi media yang bagus untuk dapat menjelaskan dengan lebih baik lagi apa itu alat kelamin serta fungsi-fungsi dari alat kelamin itu sendiri. Karena bila kita mampu menjelaskan kepada anak dengan lebih jelas maka anak akan semakin tidak menjadi bias untuk mampu mengidentifikasi dirinya. Interaksi yang berulang-ulang juga dengan anak secara sadar dan tidak sadar sangat bagus untuk mentransfer value yang kita harapkan juga sebagai pembentukan karakter si anak.
Dari obrolan ini dapat kita ketahui ternyata pendidikan seks itu memang harus dimulai dari dini bahkan dari dalam kandungan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bisa kita mulai dengan memberi nama sesuai gender-nya, memakaikan baju sesuai jenis kelaminnya. Dengan begitu semakin jelas bagi anak dalam mengidentifikasi dirinya sendiri. Di dalam Islam pun ternyata juga sudah sempurna dalam memberikan solusi untuk mengetahui edukasi seks sejak dini ini.
Harapan dari apa yang disampaikan pada presentasi malam ini adalah agar kita bisa lebih tepat menstimulus anak khususnya fitrah seksualitas sesuai tahap tumbuh kembangnya 😍. Waspada tentu saja penting tapi jangan sampai menghilangkan nikmatnya berinteraksi, membersamai dan bermain bersama anak-anak kita. Dan sekali lagi, jangan lupa juga sebelum kita mengedukasi anak-anak tentang seks, kita harus paham dulu konsep diri anak, menanamkan konsep diri yg baik sejak dini bisa membuat anak lebih percaya diri dan menghargai dirinya sendiri termasuk takdirnya menjadi laki-laki atau perempuan. Terimakasih untuk presentasinya Mba Anin dan Mba Dessy 😊😊
#HariKe-8
#GameLevel11
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#BundaSayang
#IbuProfesional
#FitrahSeksualitas
0 comments:
Post a Comment