Hari ke-2 ini saya bersama Mba Aryani (Qatar) dan Mba Indri (Jepang) diberi kesempatan untuk mempresentasikan tantangan level 11 - Fitrah Seksualitas ini dengan mengambil tema tentang :
"Mewaspadai pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak".
Latar belakang pemilihan tema ini karena pada kenyataannya, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak khususnya di Indonesia terus mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial RI di tahun 2017, kasus kekerasan serta pelecehan seksual pada anak meningkat dari 1.965 kasus di tahun 2016, menjadi 2.117 kasus di tahun 2017, dimana mayoritas lebih dari 50% korbannya merupakan anak TK & SD..!!
Bahkan, Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) mencatat, kekerasan seksual terhadap anak laki-laki mengalami peningkatan pada tahun 2018 ini. Presentasi malam ini dibuka dengan cerita masa kecil dari Mba Indri yang ternyata ketika berusia 6 tahun beliau mengalami pelecehan seksual ini langsung dari kakak sepupunya sendiri, dan itu berlangsung hingga usia 10 tahun. Kejadian ini merupakan bentuk dari kekerasan seksual pada anak secara fisik yang mana pelaku berani menyentuh area intim atau kemaluan korban. Memang tidak diketahui motif pelaku melakukan hal tersebut. Bisa jadi untuk memenuhi gairahnya, atau ada maksud-maksud lain dibalik itu semua. Dan mba Indri sendiri selama bertahun-tahun tidak mampu menceritakan kepada keluarga bahkan orang tua nya sendiri apa yang sudah beliau alami. Beliau baru menceritakan itu kepada ibunya menjelang pernikahan beliau bersama suaminya. Mba Indri juga berpikiran tidak berani cerita ke ibu dan bapaknya karena saat itu Mba Indri sangat yakin orang tua nya tidak akan percaya. Dan ternyata didikan keluarga pun membuat Mba Indri tidak berani menceritakan hal-hal yang tidak baik dan tidak menyenangkan. Mba Indri harus selalu terlihat sempurna supaya orang tuanya senang. Disini saya melihat bahwa tekanan itu ternyata berada dalam keluarga mba Indri sendiri termasuk kedua orang tuanya (secara tidak langsung) sehingga tidak berani menceritakannya. Mba Indri pun menjadi sangat 'parno' dalam urusan anak. Saya pikir ini adalah perasaan yang wajar apalagi saat ini Mba Indri sudah menjadi seorang Ibu dari 2 orang anak perempuan. Dari cerita Mba Indri sendiri, beliau dan suami belajar mengenalkan kepada anak-anak mereka siapa aja yg boleh menyentuh anak-anak mereka, dan Mba Indri pun sangat ketat dan cenderung memaksa (lebih awal) dalam mengenalkan urusan mahram ke putri pertamanya Alana, karena rasa takut yang masih beliau rasakan sampai hari ini.
Inner child yang membekas itu juag mengganggu psikologis beliau sehinga ada perasaan-perasaan menyalahkan sekelilingnya. Dan baru beberapa bulan terakhir beliau belajar self healing dalam menguatkan dan mengobati inner child nya tersebut. Dampak baiknya Mba Indri merasa lebih tenang, yang dulunya mendoakan hal-hal tidak baik kepada pelaku (kakak sepupunya) tersebut, sekarang sudah bisa lebih tenang, ikhlas dan belajar mengampuni pelaku.
Kekerasan / pelecehan seksual ini terbagi dalam dua jenis yaitu:
a. Kekerasan seksual pada anak secara fisik
Menyentuh area intim atau kemaluan anak untuk memenuhi gairahnya
Membuat anak menyentuh bagian privat atau kemaluan pelaku
Membuat anak ikut bermain dalam permainan seksualnya
Memasukkan sesuatu ke dalam kemaluan atau anus anak
b. Kekerasan seksual pada anak non fisik
Menunjukkan hal-hal yang bersifat pornografi pada anak, entah itu video, foto, atau gambar
Menyuruh anak berpose tidak wajar
Menyuruh anak untuk menonton berbagai hal yang berhubungan dengan seks
Mengintip atau menontoni anak yang sedang mandi atau sedang berada di dalam toilet
Kekerasan seksual terhadap anak memberikan dampak yang cukup fatal kepada anak sebagai korban.
Tidak hanya akan berdampak pada fisik, namun yang lebih parah lagi dampak psikis yang dialami anak akan terus menghantui seperti rasa traumatis dan lainnya hingga dewasa.
Dampak pelecehan seksual secara umum antara lain:
- Powerlessness; dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut.
- stres
- depresi
- goncangan jiwa
- perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri
- rasa takut berhubungan dengan orang lain
- mimpi buruk
- insomnia
- ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter
- masalah harga diri
- disfungsi seksual
- sakit kronis
- kecanduan
- keinginan bunuh diri
- keluhan somatik
- kehamilan yang tidak diinginkan
Sementara dampak pelecehan seksual yang paling terlihat kepada anak-anak dibawah usia 12 tahun adalah dengan mulai memeriksa tanda fisik setelah secara nyata orang tua mendapati tanda-tanda yang terlihat jika anak murung, ketakutan terhadap orang yang lebih tua darinya, mimpi buruk, anak tidak mau berbicara, tapi menunjukkan gejala psikologis yang mencurigakan. Orang tua bisa memeriksakan anak ke psikolog, dari sana bisa diketahui apa yang terjadi dan psikolog dapat merujuknya ke dokter untuk diperiksa lebih kanjut.
Mba Indri juga berbagi pengalaman melakukan pendampingan kepada anak korban kekerasan/pelecehan seksual yang malah berkebalikan bukannya murung tapi menjadi berani dan cenderung agresif. Malah ada keinginan ingin berinteraksi dengan lawan jenis ada keinginan untuk menjerumuskan teman-nya yg lain. Hidupnya penuh dengan kebencian. Semua harus gagal dan 'rusak' seperti dia. Dan hal seperti ini lebih susah lagi untuk disembuhkan. Dari hasil wawancara dengan korban yang didampingi beliau, bahwa sebenarnya korban tersebut takut untuk bercerita, bahkan tidak berani bercerita, hati kecilnya penuh dengan kemarahan sehinggaingin melampiaskan kepada orang lain. Ingin agar orang lain merasakan seperti yang dia rasakan. Bahkan beberapa perempuan yang terjerumus ke dalam kehidupan yang tidak baik itu karena ada trauma seksual di masa kecilnya.
Berdasarkan sharing malam ini, terutama dari mbak Indri, bisa kita lihat secara nyata bahwa pelecehan/kekerasan seksual pada anak bisa sangat mungkin terjadi di lingkungan sekitar kita.
Oleh karena itu, menanamkan pendidikan mengenai fitrah seksualitas merupakan informasi penting yang perlu didapatkan oleh anak. Sebagai bagian dari pola asuh yang baik, orang tua perlu terlibat dalam pendidikan anak, termasuk memberikan pemahaman dan berdiskusi secara terbuka dengan Si Kecil tentang fitrah seksual pada anak.
Anak perlu memahami dan mengenali tubuhnya sejak dini. Selain untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuhnya, upaya itu juga untuk melindungi anak dari kejahatan seksual. Jika dilakukan dengan tepat, pendidikan fitrah seksualitas ini justru akan memperluas pemahaman dan menjadi dasar anak untuk mengambil keputusan seputar seksualitas di masa yang akan datang. Dan bila ternyata kita sudah mengetahui (inalillahi) bahwa anak telah menjadi korban pelecehan/kekerasan seksual, maka orang tua harus bisa mengontrol diri supaya anak tidak semakin terpuruk.
Berikut beberapa cara menyikapi pelecehan seksual pada anak:
- Ajak anak untuk berbicara
Bila melihat anak dalam kondisi tertekan, ajak anak untuk berbicara. Biasanya anak akan bercerita untuk melihat reaksi orang tua terhadap kejadian yang mereka alami. Ketika anak sudah mulai bercerita, usahakan untuk tetap tenang dan dengarkanlah dengan cermat. Jangan menyalahkan atau menyela perkataan anak, sebab hal ini dapat mencegah anak untuk bercerita lebih lanjut.
- Berikan waktu
Tidak semua anak dapat menceritakan kejadian buruk ini dalam waktu yang cepat. Jika anak belum siap untuk bercerita, berikanlah anak waktu agar ia dapat menenangkan diri dan tunggulah sampai anak siap untuk bercerita.
- Berikan dukungan
Dukungan dapat Anda berikan dengan memercayai seluruh perkataan anak dan yakinkan mereka bahwa apa yang terjadi bukan kesalahan mereka. Jelaskan bahwa menceritakan kejadian itu kepada Anda merupakan tindakan yang tepat.
Pelecehan/kekerasan seksual pada anak adalah tindakan yang melanggar hukum. Jika mencurigai anak menjadi korban pelecehan seksual, orangtua bisa meminta bantuan dokter atau konselor untuk menelusuri lebih lanjut kondisi anak. Jika anak terindikasi kuat mengalami pelecehan seksual, orangtua perlu melaporkan kejadian tersebut kepada pihak terkait, seperti kepolisian dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), untuk mendapatkan penanganan secara hukum. Itulah peran kita sebagai masyarakat agar tindak kejahatan ini bisa semakin ditekan penurunan nya. Berikutnya adalah senantiasa waspada terhadap apapun.
Semoga keluarga dan anak kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin yaa Rabbal'alamiin..
#HariKe-2
Latar belakang pemilihan tema ini karena pada kenyataannya, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak khususnya di Indonesia terus mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial RI di tahun 2017, kasus kekerasan serta pelecehan seksual pada anak meningkat dari 1.965 kasus di tahun 2016, menjadi 2.117 kasus di tahun 2017, dimana mayoritas lebih dari 50% korbannya merupakan anak TK & SD..!!
Bahkan, Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) mencatat, kekerasan seksual terhadap anak laki-laki mengalami peningkatan pada tahun 2018 ini. Presentasi malam ini dibuka dengan cerita masa kecil dari Mba Indri yang ternyata ketika berusia 6 tahun beliau mengalami pelecehan seksual ini langsung dari kakak sepupunya sendiri, dan itu berlangsung hingga usia 10 tahun. Kejadian ini merupakan bentuk dari kekerasan seksual pada anak secara fisik yang mana pelaku berani menyentuh area intim atau kemaluan korban. Memang tidak diketahui motif pelaku melakukan hal tersebut. Bisa jadi untuk memenuhi gairahnya, atau ada maksud-maksud lain dibalik itu semua. Dan mba Indri sendiri selama bertahun-tahun tidak mampu menceritakan kepada keluarga bahkan orang tua nya sendiri apa yang sudah beliau alami. Beliau baru menceritakan itu kepada ibunya menjelang pernikahan beliau bersama suaminya. Mba Indri juga berpikiran tidak berani cerita ke ibu dan bapaknya karena saat itu Mba Indri sangat yakin orang tua nya tidak akan percaya. Dan ternyata didikan keluarga pun membuat Mba Indri tidak berani menceritakan hal-hal yang tidak baik dan tidak menyenangkan. Mba Indri harus selalu terlihat sempurna supaya orang tuanya senang. Disini saya melihat bahwa tekanan itu ternyata berada dalam keluarga mba Indri sendiri termasuk kedua orang tuanya (secara tidak langsung) sehingga tidak berani menceritakannya. Mba Indri pun menjadi sangat 'parno' dalam urusan anak. Saya pikir ini adalah perasaan yang wajar apalagi saat ini Mba Indri sudah menjadi seorang Ibu dari 2 orang anak perempuan. Dari cerita Mba Indri sendiri, beliau dan suami belajar mengenalkan kepada anak-anak mereka siapa aja yg boleh menyentuh anak-anak mereka, dan Mba Indri pun sangat ketat dan cenderung memaksa (lebih awal) dalam mengenalkan urusan mahram ke putri pertamanya Alana, karena rasa takut yang masih beliau rasakan sampai hari ini.
Inner child yang membekas itu juag mengganggu psikologis beliau sehinga ada perasaan-perasaan menyalahkan sekelilingnya. Dan baru beberapa bulan terakhir beliau belajar self healing dalam menguatkan dan mengobati inner child nya tersebut. Dampak baiknya Mba Indri merasa lebih tenang, yang dulunya mendoakan hal-hal tidak baik kepada pelaku (kakak sepupunya) tersebut, sekarang sudah bisa lebih tenang, ikhlas dan belajar mengampuni pelaku.
Kekerasan / pelecehan seksual ini terbagi dalam dua jenis yaitu:
a. Kekerasan seksual pada anak secara fisik
Menyentuh area intim atau kemaluan anak untuk memenuhi gairahnya
Membuat anak menyentuh bagian privat atau kemaluan pelaku
Membuat anak ikut bermain dalam permainan seksualnya
Memasukkan sesuatu ke dalam kemaluan atau anus anak
b. Kekerasan seksual pada anak non fisik
Menunjukkan hal-hal yang bersifat pornografi pada anak, entah itu video, foto, atau gambar
Menyuruh anak berpose tidak wajar
Menyuruh anak untuk menonton berbagai hal yang berhubungan dengan seks
Mengintip atau menontoni anak yang sedang mandi atau sedang berada di dalam toilet
Kekerasan seksual terhadap anak memberikan dampak yang cukup fatal kepada anak sebagai korban.
Tidak hanya akan berdampak pada fisik, namun yang lebih parah lagi dampak psikis yang dialami anak akan terus menghantui seperti rasa traumatis dan lainnya hingga dewasa.
Dampak pelecehan seksual secara umum antara lain:
- Powerlessness; dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut.
- stres
- depresi
- goncangan jiwa
- perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri
- rasa takut berhubungan dengan orang lain
- mimpi buruk
- insomnia
- ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter
- masalah harga diri
- disfungsi seksual
- sakit kronis
- kecanduan
- keinginan bunuh diri
- keluhan somatik
- kehamilan yang tidak diinginkan
Sementara dampak pelecehan seksual yang paling terlihat kepada anak-anak dibawah usia 12 tahun adalah dengan mulai memeriksa tanda fisik setelah secara nyata orang tua mendapati tanda-tanda yang terlihat jika anak murung, ketakutan terhadap orang yang lebih tua darinya, mimpi buruk, anak tidak mau berbicara, tapi menunjukkan gejala psikologis yang mencurigakan. Orang tua bisa memeriksakan anak ke psikolog, dari sana bisa diketahui apa yang terjadi dan psikolog dapat merujuknya ke dokter untuk diperiksa lebih kanjut.
Mba Indri juga berbagi pengalaman melakukan pendampingan kepada anak korban kekerasan/pelecehan seksual yang malah berkebalikan bukannya murung tapi menjadi berani dan cenderung agresif. Malah ada keinginan ingin berinteraksi dengan lawan jenis ada keinginan untuk menjerumuskan teman-nya yg lain. Hidupnya penuh dengan kebencian. Semua harus gagal dan 'rusak' seperti dia. Dan hal seperti ini lebih susah lagi untuk disembuhkan. Dari hasil wawancara dengan korban yang didampingi beliau, bahwa sebenarnya korban tersebut takut untuk bercerita, bahkan tidak berani bercerita, hati kecilnya penuh dengan kemarahan sehinggaingin melampiaskan kepada orang lain. Ingin agar orang lain merasakan seperti yang dia rasakan. Bahkan beberapa perempuan yang terjerumus ke dalam kehidupan yang tidak baik itu karena ada trauma seksual di masa kecilnya.
Oleh karena itu, menanamkan pendidikan mengenai fitrah seksualitas merupakan informasi penting yang perlu didapatkan oleh anak. Sebagai bagian dari pola asuh yang baik, orang tua perlu terlibat dalam pendidikan anak, termasuk memberikan pemahaman dan berdiskusi secara terbuka dengan Si Kecil tentang fitrah seksual pada anak.
Anak perlu memahami dan mengenali tubuhnya sejak dini. Selain untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuhnya, upaya itu juga untuk melindungi anak dari kejahatan seksual. Jika dilakukan dengan tepat, pendidikan fitrah seksualitas ini justru akan memperluas pemahaman dan menjadi dasar anak untuk mengambil keputusan seputar seksualitas di masa yang akan datang. Dan bila ternyata kita sudah mengetahui (inalillahi) bahwa anak telah menjadi korban pelecehan/kekerasan seksual, maka orang tua harus bisa mengontrol diri supaya anak tidak semakin terpuruk.
Berikut beberapa cara menyikapi pelecehan seksual pada anak:
- Ajak anak untuk berbicara
Bila melihat anak dalam kondisi tertekan, ajak anak untuk berbicara. Biasanya anak akan bercerita untuk melihat reaksi orang tua terhadap kejadian yang mereka alami. Ketika anak sudah mulai bercerita, usahakan untuk tetap tenang dan dengarkanlah dengan cermat. Jangan menyalahkan atau menyela perkataan anak, sebab hal ini dapat mencegah anak untuk bercerita lebih lanjut.
- Berikan waktu
Tidak semua anak dapat menceritakan kejadian buruk ini dalam waktu yang cepat. Jika anak belum siap untuk bercerita, berikanlah anak waktu agar ia dapat menenangkan diri dan tunggulah sampai anak siap untuk bercerita.
- Berikan dukungan
Dukungan dapat Anda berikan dengan memercayai seluruh perkataan anak dan yakinkan mereka bahwa apa yang terjadi bukan kesalahan mereka. Jelaskan bahwa menceritakan kejadian itu kepada Anda merupakan tindakan yang tepat.
Pelecehan/kekerasan seksual pada anak adalah tindakan yang melanggar hukum. Jika mencurigai anak menjadi korban pelecehan seksual, orangtua bisa meminta bantuan dokter atau konselor untuk menelusuri lebih lanjut kondisi anak. Jika anak terindikasi kuat mengalami pelecehan seksual, orangtua perlu melaporkan kejadian tersebut kepada pihak terkait, seperti kepolisian dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), untuk mendapatkan penanganan secara hukum. Itulah peran kita sebagai masyarakat agar tindak kejahatan ini bisa semakin ditekan penurunan nya. Berikutnya adalah senantiasa waspada terhadap apapun.
Semoga keluarga dan anak kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin yaa Rabbal'alamiin..
#HariKe-2
#GameLevel11
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#BundaSayang
#IbuProfesional
#FitrahSeksualitas
0 comments:
Post a Comment