Friday, December 15, 2017

Kemandirian Dalam Menyampaikan Pendapat

Ketika Solat Asar bersama tadi, Agatha solatnya tidak khusyuk, gerakannya pake gaya slow motion, setelah saya selesai solat, saya tegur.. "Kok Agatha Solatnya main-main..." Ayo diulang solatnya.. Memang cara menegur saya agak sedikit keras. Saya memang paling ga bisa mentolerir sesuatu yang berhubungan dengan ibadah. Itu sudah saya sounding berulang-ulang tiap dia mulai solat, "ayoo yang fokus, menghadap Allah tidak boleh main-main.." Dan ketika saya menyuruh dia mengulang solatnya, Agatha malah ngambek tidak mau dan berlari ke kamar lalu mengunci pintu kamar. Oh ok... dalam hati, saya pun tidak akan membujuk dia dan mengkonfirmasi sikapnya. Saya cuek ajah dan abaikan... Namun selepas Magrib kami sudah biasa lagi, dan berkomunikasi lagi. Tapi memang saya belum membahas masalah penolakan mengulang solat Asar tadi. Sebelum tidur Agatha tiba-tiba berkata "Ma.. maaf ya tadi marah-marah, dan Agatha solatnya tidak fokus"...  Biasanya semarah apapun saya atas polah Agatha akan luluh mendengar permohonan maaf nya, meskipun besok-besok diulang lagi hahaha.... "Iya gak apa-apa, Agatha kan sudah tau, kalau Mama tidak suka Agatha main-main ketika sedang beribadah. Mama selalu ingatkan itu tiap kali nak.." Jawabku.. Dia mengangguk. Lalu berbicara lagi.. "Tapi ma, if u want say something to Agatha, no shouting donk ma.."
Jlegerrrr kaya ketampar gitu rasanya... Saya cukup terkejut, tapi berusaha menguasai diri.. Astaghfirullah, ini diluar kesadaran saya sebagai orang tua. Benar adanya saya itu tipe orang yang berbicara cepat, keras dengan logat Sumatra dan tidak bisa berbasa-basi. Jadi Straight to the point.. Walaupun saya merasa bahwa itu bukan lah bentuk kemarahan tapi sebuah ketegasan, namun  Agatha tetap mengartikan itu sebagai sebuah kemarahan. Lalu saya tanyakan "trus Mama harus bicara kaya gimana menurut Agatha?" Dia menjawab: "no shouting.. ngomongnya gini.. "Agatha fokus ya solatnya, Agatha don't put something in your mouth, Agatha ayok pergi sekolah "
Dari pembicaraan ini, di satu sisi saya kaget sekaligus malu, ini waktunya saya harus mengintrospeksi diri kembali. Apa yang menurut saya biasa saja, ternyata terdengar  tidak enak bagi Agatha. Di sisi lain Anak umur 5 tahun ini membuat saya bangga, ternyata dia cukup mandiri untuk mampu menyampaikan pendapat nya. Sehingga saya mampu memahami apa yang ada dalam pikiran dan, hati nya. Terimakasih nak.. Guru kecilku.. Maafin Mama ya tha.. Mama belajar banyak darimu..

#HariKe16
#GameLevel2
#Tantangan10Hari
#MelatihKemandirian
#KuliahBunSayIIP

0 comments:

Post a Comment