Saturday, December 09, 2017

"Mengapa saya harus menjadi FASILITATOR?"

Menguraikan segala poin-poin pada tulisan ini, seperti memflashback dan merangkum kembali  hasil dari diskusi-diskusi panjang dikelas TfFM yang sudah saya lewati dalam waktu-waktu padat hari-hari saya sambil tetap menjalankan peran utama saya sebagai seorang Ibu dan Istri.
📌Pemahaman akan fungsi Fasilitasi
Fasilitasi dapat dijelaskan dengan banyak cara. Fasilitasi saya coba terjemahkan kedalam sebuah kalimat  memfasilitasi yaitu memungkinkan atau menjadikan sesuatu lebih mudah. Atau bisa saja fasilitasi di artikan sebagai bentuk dorongan terhadap seorang fasilitator dengan cara duduk bersama, berkumpul bersama, saling mendengarkan satu sama lain, dan menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka-mereka yang sedang di fasilitasi tersebut. Memfasilitasi juga bisa sebagai bentuk dukungan terhadap individu, komunitas atau sebuah organisasi melalui proses-proses kontribusinya terhadap komunitas atau organisasi tersebut.
Sedangkan fasilitator dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah /fa·si·li·ta·tor/ n orang yang menyediakan fasilitas; penyedia. Kenapa disebut fasilitator? kenapa bukan trainer? mentor atau guru? atau pembimbing? Fasilitator berfungsi tidak hanya sebagai trainer, tidak hanya menyiapkan materi saja, atau  menata cara belajar, tapi fasilitator membantu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda-beda, interaktif (yang dapat membuat suasana berjalan hangat, karena adanya keterlibatan seluruh anggota kelas didalamnya), dan perannya sesuai yang dibutuhkan anggota kelasnya, fasilitator juga bertugas sebagai mediator/penengah untuk mengembalikan topic pembicaraan ke jalur yang benar sampai kepada bertugas mengevaluasi peserta dan proses pelatihan yang sedang berlangsung.

📌Kesiapan diri
Hampir 3 Minggu saya berada dikelas TfFM (Training for Fasilitator Matriculation) Institut Ibu Profesional. Selama 3 Minggu ini pula kami di training sebagai calon fasilitator. Belajar bersama dari kami dan untuk kami. Ini sebuah pengalaman yang luar biasa bagi saya pribadi.
Sejujurnya ketika mendapatkan tawaran dari korwil untuk ambil bagian sebagai Fasilitator kelas matrikulasi ini, saya berfikir 2x... Yang saya lakukan pertama adalah berdiskusi dengan Korwil kami.. "Menurut teteh  (panggilan saya ke korwil) kelebihan apa yang bisa teteh lihat, yang membuat saya mampu menjalankan peran ini?" begitu tanya saya waktu itu. Lalu beliau menjawab: "Saya melihat saya di diri kamu, kamu itu seperti saya.." Kamu pasti mampu..". Jawaban itu berusaha saya cerna baik-baik. Kemudian mencari waktu lain untuk mendiskusikan nya lagi dengan suami. Karena keputusan ini berarti akan mengurangi sedikit waktu saya bersama Agatha, untuk lebih fokus dalam menjalani training maupun kelak apabila saya lulus dalam training ini dan melanjutkan tugas saya menjadi fasilitator. Suami kembalikan kepada saya, "dirimu paling mengenal siapa kamu sebenarnya dibandingkan orang lain.. lebih memahami apa yang pantas kamu lakukan, lebih tahu apa yang membuat kamu bahagia. Aku support asal tidak melalaikan tanggung jawab mu dirumah". Begitu nasihat sang suami.
Jawaban ini menerbitkan tambahan energi keberanian bagi saya untuk melaju terus kedepan, menerima tantangan ini. Bismillah..
Saya ingat suatu ketika saya pernah bertanya kepada Ibu Septi ketika beliau mengisi 30 menit lebih dekat dikelas kami waktu itu dan saya masih berada di kelas matrikulasi. 
"Ibu Septi yang saya hormati. Didalam mengikuti IIP ini segala hal yang sudah kita buat, kerjakan dan deskripsikan demi pengembangan diri, mungkin tidak bisa 100% terlaksana dikarenakan keterbatasan waktu, pikiran, tenaga, bagaimana pendapat Ibu, apakah harapan-harapan dan upaya-upaya yang sudah saya buat dan lakukan dari NHW 1-9 kemaren akan dianggap menjadi tidak maksimal karena tidak (belum) mampu diwujudkan 100% dalam keseharian saya.
Jawaban Ibu Septi : Matrikulasi ini adalah tahap awal kita melatih konsistensi dan komitmen kita sebagai ibu. Kita mau belajar dan bertanggungjawab mengerjakan NHW saja itu sdh point tersendiri. Nanti ketika masuk kelas bunda sayang-cekatan, saatnya kita mengamalkan apa yg kita tulis di matrikulasi ini satu persatu. Karena durasi per kelas adalah 1 tahun.

Kenapa saya mengajukan pertanyaan seperti ini? Karena perjalanan di IIP masih lah sangat panjang, jika apa yang saya pribadi lakukan dan harapakan ketika menuangkan segala hal di dalam IIP tidak mampu atau belum mampu saya terapkan dan amalkan semuanya kedalam kehidupan sehari-hari. Maka ini adalah sebuah kemunduran bagi saya pribadi, karena berbeda antara kata dan realita.

Jundub bin Abdillah Al-Bajali mengatakan, “gambaran yang tepat untuk orang yang menasihati orang lain namun melupakan dirinya sendiri adalah laksana lilin yang membakar dirinya sendiri untuk menerangi sekelilingnya.” (Jami’ Bayan Ilmi wa Fadhlih,1/195)

Apalagi kelak bila saya mengambil peran sebagai seorang fasilitator ini. Ini sebuah tugas yang cukup berat. Namun saya menemukan sebuah perkataan Ibu Septi ini yang saya tuliskan kembali. Kalimat-kalimat dibawah ini cukup menenangkan dan semakin mematangkan niat awal saya untuk bersiap melebur bersama menjadi bagian dari tim fasilitator di batch #5 nanti, in shaa Allah
📌Pandangan tentang kedudukan fasilitator di komunitas IIP
Dalam pandangan saya tentang kedudukan fasilitator di IIP ini adalah seperti berbagai hal yang sudah saya dapatkan dari hasil diskusi panjang selama menjalani kelas training fasilitator bersama rekan-rekan saya dan duo fasilitator kami yang cerdas. Pandangan saya menyimpulkan bahwa kedudukan seorang fasilitator adalah hadir sebagai teman belajar (artinya didalam kelas), kami semua akan belajar bersama-sama. Fasilitator mempunyai hak prerogatif tersendiri namun prinsip yang harus dipegang sama, yaitu SEMUA GURU, SEMUA MURID. Terjalinnya komunikasi dua arah dimana semua akan berproses learn how to learn. Prinsip ini pula yang diterapkan fasil saya ketika saya berada dikelas matrikulasi dulu. Sehingga suatu hari nanti dengan begini tidak ada beban pikiran bagi seorang fasilitator untuk mati-matian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang hadir kelak. Justru salah satu yang harus dimiliki oleh seorang fasilitator dalah kemampuan menggali intellectual curiosity para anggota kelas yang nantinya juga akan sangat membantu tugas seorang fasilitator.

📌Rencana dan strategi dalam memfasilitasi kelas
Dalam hidup kita, pasti sudah ada rencana, baik itu kita rencanakan pertahun, perbulan, perminggu, bahkan rencana-rencana apa yang akan kita lakukan esok hari. Bila saya diperkenankan dan dipercayakan menjadi seorang fasilitator, rencana dan strategi awal saya adalah membuat kelas senyaman mungkin, dengan cara melibatkan empati pada porsi yang tepat serta menjadi kan diri saya tempat bernaung semua member kelas. Dengan cara melakukan pengamatan dan pendekatan personal ke semua member kelas. Membuat kelas tidak kaku, mampu melebur dan mengikuti suasana kelas tanpa kehilangan hak-hak prerogatif sebagai seorang fasilitator. Dengan cara melempar topik-topik ringan disela-sela waktu luang member kelas. Dan meminta mereka untuk menanggapi nya. Lalu memancing member kelas untuk membuka diri dengan cara memperkenalkan dirinya masing-masing, sehingga kelas akan tetap hangat dan hidup. Karena kelas yang kaku dan fasilitator yang tidak banyak bicara dan jaim menjadikan kelas semakin dingin. Antara member dan fasil seperti ada jarak. Ini lah yang menurut saya harus dirubah kelak.

📌Kekhawatiran menjadi Fasilitator
Dalam menjalani peran apapun di dunia ini tentu sebagai manusia biasa saya harus menyiapkan segala hal, seperti pepatah yang saya tuliskan ulang dibawah ini.
 “Berharap untuk yang terbaik, menyiapkan untuk yang terburuk”. Kekhawatiran tentulah ada dan wajar adanya, dan itu terjadi di awal-awal ketika berada dikelas training fasilitator ini. Seperti bagaimana menjawab pertanyaan yang masuk dan bagaimana menjaga suasana kelas agar terhindar dari mereka-mereka yang disebut Silent Reader (SR). Namun semua nya dapat terjawab seiring diskusi-diskusi yang intens kami lakukan sampai kepada pemaparan berbagai materi yang sudah kami diskusikan di dikelas training fasilitator ini. Dan diskusi-diskusi ini seolah memberikan saya gambaran dan hal-hal apa saja yang akan saya lakukan jika kekhawatiran itu kelak terjadi

📌Penilaian akan proses adaptasi, serta keterlibatan diri dalam kelas TfFM
Sejauh mengikuti kelas TfFM ini sejak awal saya berusaha mengikuti penyesuaian dengan fasil dan semua rekan-rekan saya yang luar biasa. Sebagai newbie calon  fasilitator dalam komunitas IIP, Saya mengikuti segala pembelajaran dengan bersungguh-sungguh. Berusaha konsisten dan disiplin dalam mengikuti semua materi yang sudah rekan-rekan saya sajikan dengan penuh upaya dan semangat.  Saya pun berusaha ikut berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap berbagai materi yang disajikan. Dan juga menjalankan tugas aspiratif dan administratif dalam bentuk memberikan evaluasi sebagai apresiasi dan parameter untuk kinerja dimasa depan. Saya juga mengamati bagaimana cara mereka menjelaskan, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, memperkaya pembahasan dalam sebuah materi, membaur satu sama lain, membangun interaksi, memberi komentar terhadap diskusi, menguasai dinamika kelas, membangun semangat satu sama lain, saling suppport, saling menghargai dan saling memahami. Sehingga dalam menjalani kelas TfFM selama ini kami diajak seperti Learning Live Together. Dan sekali lagi ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya. Terimakasih kepada semua rekan-rekan calon fasilitator dan kedua fasilitator hebat saya.

Demikian uraian saya, mohon maaf apabila dalam menjalani peran saya sebagai member TfFM selama ini terdapat kesalahan sikap, kata dan perbuatan baik sengaja maupun tidak disengaja. In shaa Allah dalam perjalanan untuk menjadi fasilitator ini, akan semakin berkembangnya skill pribadi saya, tentu dengan adanya pemahaman-pemahaman dalam memantaskan diri seiring proses yang akan dilalui kelak. Semoga Allah menjauhkan saya dari rasa ujub dan sikap-sikap tercela. Semoga saya kelak tidak hanya mampu menjadi fasilitator bagi orang lain namun terus berusaha menjadi fasilitator terbaik bagi keluarga saya sendiri.
Fokus pada niat awal, pada goal yang telah ditetapkan, mengikat setiap langkah dengan fondasi dasar yaitu berbagi dan melayani. Bismillahirrahmanirrahim, in shaa Allah saya siap mengemban amanah ini.

Sumber:
1. http://kbbi.co.id/arti-kata/fasilitator
2. https://muslim.or.id/600-antara-kata-dan-perbuatan.html
3. Hasil Diskusi dan Materi Matrikulasi selama kelas Training Matrikulasi 2017

0 comments:

Post a Comment